Segala puji hanyalah milik Alloh yang telah mempertautkan hati kaum mukminin
dan menganjurkan mereka supaya bersatu padu dan saling berhimpun serta
memperingatkan dari perpecahan dan perselisihan. Saya bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang haq untuk disembah melainkan hanyalah Alloh semata yang tidak
memiliki sekutu. Dialah yang mensyariatkan dan memudahkan, dan Dia terhadap
kaum mukminin adalah sangat penyantun. Saya juga bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusan-Nya, yang diperintahkan dengan kemudahan dan berita
gembira. Beliau bersabda : ”Permudahlah dan janganlah kamu persulit, berikanlah
kabar gembira dan janganlah membuat orang lari (dari kebenaran).”
“Permisalan kaum mukminin satu dengan lainnya dalam hal kasih sayang, tolong
menolong dan kecintaan, bagaikan tubuh yang satu, jika salah satu anggotanya
mengeluh sakit, maka seluruh tubuh akan merasa demam atau terjaga.
“Tidak ragu lagi, bahwa kewajiban Ahlus Sunnah di setiap zaman dan tempat
adalah saling bersatu dan menyayangi di antara mereka serta saling bekerja sama
di dalam kebajikan dan ketakwaan. Dan suatu hal yang sungguh disayangkan pada
zaman ini adalah, apa yang terjadi pada sebagian Ahlus Sunnah berupa pertikaian
dan perselisihan, yang berimplikasi pada sibuknya mereka satu dengan lainnya di
dalam mencela, mentahdzir dan menghajr. Padahal seharusnya mereka kerahkan
seluruh kesungguhan mereka ini dan mereka tujukan kepada selain mereka dari
kaum kuffar dan ahlul bid’ah yang senantiasa memusuhi Ahlus Sunnah. Mereka
seharusnya menjalin persatuan dan kasih sayang dan saling mengingatkan satu
sama lainnya dengan kelemahlembutan dan cara yang halus.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Aku telah meninggalkan kalian di atas (agama) yang terang benderang, malamnya
bagaikan siangnya dan tidak ada yang berpaling darinya melainkan ia pasti
binasa.”
bagaikan siangnya dan tidak ada yang berpaling darinya melainkan ia pasti
binasa.”
“Sesungguhnya kelemahlembutan itu, tidaklah berada pada sesuatu melainkan ia
pasti akan menghiasinya dan tidaklah ia tercabut dari sesuatu, melainkan ia pasti
akan memburukkannya.”
pasti akan menghiasinya dan tidaklah ia tercabut dari sesuatu, melainkan ia pasti
akan memburukkannya.”
“Sesungguhnya Alloh itu Maha Lemah-lembut dan mencintai kelemahlembutan, Dia
anugerahkan kepada kelemahlembutan apa yang tidak Ia anugerahkan kepada
kebengisan.”
—anugerahkan kepada kelemahlembutan apa yang tidak Ia anugerahkan kepada
kebengisan.”
Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq’alaih.
Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: “dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun”.(HR. Muslim).
Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: “Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya:
” Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian” (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma : “Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin” (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma yang menyebutkan “Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya”. (HR. Muslim)
Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: “Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. (Muttafaq’alaih).
Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani…..” (HR. Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan “wa `alaikum” saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum”.(Muttafaq’alaih).
Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu ‘anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : “`alaika wa`ala abikas salam”(salam juga untukmu dan ayahmu)
Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan”. (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan: “Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang dijabat tangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya….” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak”. Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar